Monday, 30 May 2016

Menyebut Nama.

Guruku mengaji pernah berkata, jangan menyebut nama Tuhan di tempat membuang hajat.
Kemudian aku juga tau, bahkan untuk melangkah masuk pun kita panjatkan doa agar terlindung dari salah satu jenis makhluk-Nya yang dulu berkhianat dan terlaknat. Karena di sanalah tempat mereka beranak pinak.

Lalu bagaimana Engkau akan menghukumiku? Bilik sempit itu satu-satunya pelarianku atas rutinitas ini. Tempat menumpahkan yang tertahan--dan ku tahan sampai paling tidak pukul enam.
Di situ aku menyebut asma-Mu, karena tanpanya aku tidak akan mungkin sanggup untuk keluar, duduk manis menjalin kata demi kata ini. Tanpa-Mu, dari mana asal senyum yang baru saja ku ulas kepada atasanku.

Jadi bagaimana, Tuhan?
(masih) Bolehkah aku menyebut nama-Mu? 

Di Tengah Kantor, Senin Pagi.

Ingin aku mengeluh kepada-Mu akan melelahkannya jalan ini.
Aku melihat semua kawanku tersenyum.
Aku mendengar mereka semua tertawa.
Ah, bahagia.

Sedang aku masih di sini, berusaha mengurai jalinan yang aku kira sudah sempurna.
Bersiap untuk terjatuh sekali lagi.
Bangkit pun kelak seorang diri.

Thursday, 15 October 2015

Jangan Lupa Rasa Jatuh Cinta Pertama Kita.

Aku kan sudah pernah bilang. Akan sukar, terjal, dan berliku. Kerikil dan longsor akan membuat kita lupa bahwa dulunya kita jatuh cinta bak anak SMA tak tahu malu. Lupa kan, kamu?

//jaga hati yang ku serahkan untukmu. jangan lupa rasa jatuh cinta pertama kita. dan tali asmara yang 'kan diuji waktu. berjanjilah sayangku..//

Sebelum Selamanya - Sherina Munaf

Yang Menguatkanmu.

bukan perkataannya.
Bukan rayuannya,
           janjinya.
           ucapan-ungkapan semanis madu.

Tidak,
dia sudah lupa.

Coba ingatkan padanya,
pasti ia hanya akan berkelit.
Aduhai, hanya akan menambah sakit.

Ketahuilah,
kamu yang menguatkanmu.
Kamu sendiri.
Bukan ucapannya,
          atau ungkapan semanis madu.
          ... dulu.

Monday, 12 October 2015

Kepada yang Tersayang

Kepada
yang tersayang, Yang Maha Pengasih

Syukur ku panjatkan kepada-Mu, meski di dini hari setelah perjumpaan menyayat hati di alam mimpi, aku masih diberi karunia untuk menyebut nama-Mu terlebih dahulu. Barulah air mata. Syukur ku panjatkan kepada-Mu, atas segala kekuatan untuk terus percaya bahwa ini semua takdir-Mu. Jalan yang kelak insyaallah akan membawaku di tujuan akhir nan indah, yang tentu saja terjadi atas kuasa-Mu. Syukur ku panjatkan kepada-Mu, atas sepasang kekasih yang Engkau pilih untuk menjadi segalaku di dunia ini. Karena tanpa mereka, mungkin nyaris mustahil aku mengenal nama-Mu dan sanggup menyebut asma-Mu nan serbaindah, pada saat dada ini mulai terasa sesak. Tanpa mereka, mungkin nyaris mustahil aku berusaha memahami semua yang Engkau beri. Syukur tak lupa ku panjatkan kepada-Mu, atas pengetahuan dan kesadaran yang Engkau beri sehingga aku dapat senantiasa memohon ampun. Meminta maaf atas ketidakberdayaanku pada salah satu makhluk ciptaan-Mu. Karena bahkan ku utarakan semua ini dengan air mata. Bagiku, perjalanan yang Engkau pilihkan kepadaku ini sungguh luar biasa. Tak terelak pula rasa letih dan perih, yang tentunya Engkau pasti tahu. Ku minta maaf pula atas kelalaianku dulu menduakan cinta-Mu. Namun, Yang Maha Mengetahui, kiranya Engkau berkenan untuk mendengar doaku pula teruntuk makhluk ciptaan-Mu tersebut. Sungguh, insyaallah tidak ada maksud untuk kembali menduakan-Mu. Sungguh pula, diri-Mu lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Syukur akan selalu ku panjatkan kepada-Mu, atas segala rasa syukur yang masih sanggup aku rapal. Kupasrahkan segalanya kepada-Mu. Tentu saja, bahkan tidak ada sehelai daun pun jatuh tanpa seijinmu.

Saturday, 10 October 2015

Menaruh Harapan.

Ya Tuhan, ternyata memang tidak bisa berharap kepada yang tidak baik agar ia mengerti dan menjadi baik. Seharusnya aku hanya berharap kepada-Mu.

Thursday, 8 October 2015

Meskipun Panggung Sandiwara, hidup Tetaplah Hidup.

Karena hidup tidak semudah di sinetron, FTV, maupun cerita-cerita lain--fiksi buatan manusia.

Hidup adalah hidup. Yang bukan jika kamu patah hati, maka kamu hanya perlu menunggu waktu untuk tiba-tiba sakit keras atau pun tertimpa sesuatu di jalan raya, sehingga dia yang mematahkan hatimu akan tergopoh-gopoh menengokmu tergeletak, kemudian segera sadar atas kesalahan dan penyesalan.
Skenario satu, kamu akhirnya selamat. Dia kemudian kembali bersamamu, mengasihimu, menjagamu, lebih dari yg kemarin-kemarin karena hampir kehilangan. Happy ending.
Skenario dua, kamu harus meninggalkan dunia yang fana ini. Dia terpuruk karena menyesal. Kamu terbebas dari dunia. Apa yang terjadi selanjutnya wallahualam. Namun berbicara di dunia, perasaanmu tak lagi menderita.
Intinya, pembebasaan beban hati a la fiksi.

Hidup adalah hidup. Yang artinya, kamu harus hidup. Kamu akan tetap hidup. Kamu akan tetap sehat, paling tidak cukup sehat untuk tetap merasakan perih demi perih, peninggalan keberadaannya. Dan dia, akan tetap seperti itu. Tidak ada kisah-kisah dramatis di hidupmu bak sinema yang akan membuatnya sadar. Tidak ada adegan tergopoh-gopoh nyamperin kamu di ranjang putih. Tidak. Toh seharusnya, dia datang tergopoh-gopoh di setiap malam kamu dibangunkan paksa oleh perjumpaan di alam bawah sadar. Dipaksa bertemu di mimpi yang lebih hina dari cerita fiksi. Toh seharusnya, dia yang kemudian menyeka air matamu setelah kamu lelah berbincang dengan Tuhan, atau kamu yang sibuk memohon ampun, beristighfar agar senantiasa diringankan jalanmu.
Karena di saat-saat itu, hatimu sedang membasuh lukanya, mengaduh semua perihnya, atau menemukan goresan baru yang terbuka. Dibuat merasa sakit, serupa dengan perih di ranjang putih.

Itu lah mengapa hidup tetaplah hidup. Manusia ditempa Tuhan untuk mau tidak mau hidup. Meski digores, dihajar, diperas, dipaksa, ditampar, diamputasi, dibunuh, dikekang, ditahan, dipenjara, dibungkam.
Hidup, harus tetap hidup.
Dia akan tetap sama.
Namun kamu, kamu akan diajari Hidup untuk tetap bisa.